JAKARTA - Defisit pasokan gas bagi sektor industri nasional dinilai akan menghambat kapasitas produksi dan masuknya investasi baru yang mengandalkan pasokan gas baik sebagai bahan baku maupun penggerak mesin industri.
"Kalau dihitung rata-rata penurunan secara persentase agak sulit. Yang pasti terjadi adalah produksi yang tidak optimal karena adanya ketidakpastian ini. Ada yang membangun pabrik dengan sumber energi gas, tetapi tidak bisa optimal produksinya karena kurangnya pasokan gas itu,” kata Koordinator Forum Komunikasi Asosiasi Nasional (Forkan) Franky Sibarani di Jakarta, Selasa (12/4/2011).
Ketua Umum Asosiasi Keramik Indonesia (Asaki) Achmad Widjaya mengatakan, pada 2010, dari 130 million metric standard cubic per day (mmscfd) dalam kontrak dengan PGN, realisasinya hanya sekitar 60 mmscfd. "Pertumbuhan kami dapat tertolong oleh kenaikan harga keramik di kisaran enam persen per tahun," tutur Achmad.
Dia mencontohkan, dari target produksi keramik sebesar 267 juta meter persegi (m2) pada tahun lalu, realisasinya hanya mencapai 243 juta m2, atau lebih rendah 0,98 persen dari target awal.
“Karena itu kami tidak berani menargetkan peningkatan produksi terlalu muluk. Kalau pasokan gas masih dipotong pada 2011, maka produksi terpaksa dikurangi, mungkin bisa turun 10-20 persen,” jelas Achmad.
Direktur Eksekutif Asosiasi Industri baja dan logam Indonesia (Indonesian iron and Steel Industry Association/IISIA) Edward Pinem menuturkan, karena adanya defisit pasokan gas, maka beberapa pabrik di sektor baja hanya mampu memproduksi baja dan logam setengah jadi.
"Untuk produk jadi sudah ada beberapa pabrik yang memilih menjadi importir. Ini pilihan realistis yang menyedihkan karena di tengah kebutuhan baja dan logam yang semakin meningkat di dalam negeri tidak bisa diikuti dengan penambahan kapasitas produksi," kata Edward.
Kementerian Perindustrian mencatat, kebutuhan gas bagi sektor industri pada tahun ini adalah 1.016 mmscfd, tetapi hanya mampu terpenuhi 751 Mmscfd.
Menteri Perindustrian MS Hidayat menjelaskan, pihaknya akan melakukan breakfast meeting dengan beberapa pihak terkait seperti PT Perusahaan Gas Negara (Persero), Tbk dan Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), pada Jumat 15 April untuk membicarakan masalah pasokan dan harga gas bagi sektor industri nasional.
“Memang masalah utama selain alokasi pasokan gas yang belum maksimal, adalah karena ada alokasi sekira 100 mmscfd untuk salah satu kontraktor akan menggunakan kapasitas untuk kebutuhan produksi minyak mentah siap jual (lifting) migas lifting minyak PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) sehingga pasokan akan berkurang sekira 20 persen,” kata Hidayat.
Dalam pertemuan tersebut, menurut Hidayat, diharapkan adanya solusi untuk meningkatkan pasokan gas bagi industri nasional. Termasuk, kata dia, meminta pengurangan pasokan untuk Chevron.
Direktur Utama PGN Hendi Priyo Santoso sebelumnya pernah mengatakan, dari total kebutuhan gas PLN sebanyak 2.093 mmscfd, PGN hanya mampu memenuhi 800 mmscfd. Sedangkan untuk kebutuhan industri sebesar 2.700 mmscfd, PGN hanya mampu memenuhi 500 mmscfd.
”PGN telah membangun infrastruktur dengan kapasitas yang cukup. Selain itu, stabilitas pasokan gas ke PGN perlu dijaga dalam melayani semua pelanggannya. Dan kami sudah mampu membeli gas dengan harga keekonomian," kata Hendi.
Di sisi lain, Achmad menjelaskan, FIPBG menyatakan siap untuk membangun floating storage regasification unit (FSRU) swasta sambil menunggu realisasi pasokan gas dari pemerintah.
“Sampai saat ini belum ada progress dari hasil pertemuan FIPBG dengan pemerintah. Kita lihat saja sampai seminggu ke depan. Sesuai arahan Wakil Presiden, kita akan tetap menunggu sampai 10 April 2011. Itu deadline-nya,” kata Achmad.
Saat ini, lanjut Achmad, konsorsium swasta masih melakukan kesepakatan business to business (B to B) yang melibatkan 14 sektor industri pengguna gas sambil mengajukan perizinan kepada pemerintah. ”Industri kaca lembaran, industri makanan dan minuman, industri pupuk, dan industri baja sudah siap mendukung pembangunan FSRU,” ucap Achmad.
Maka dari itu, Achmad berharap, pemerintah bisa mempermudah perizinan serta mendukung upaya binis dari konsorsium untuk mendapatkan adanya pasokan gas.
”Jika perizinan tidak mengalami kendala, konsorsium optimistis pembangunan FSRU akan tuntas dalam 18 bulan mendatang. Korsorsium swasta itu sudah siap. Kita sudah melakukan pembicaraan dengan lima produsen gas dunia seperti Rusia, Qatar, Nigeria, Arab Saudi. Begitu pendanaan siap, maka gas bisa langsung dikirim,” tandas Achmad.(Sandra Karina/Koran SI/ade)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar